Legenda desa Cikedung menurut H. Dodod Sutana/Catatan 1980an
Berikut Kami akan memposting sejarah Desa cikedung versi catatan mantan
sekretaris desa Cikedung yaitu Bapak H Dodod Sutana atau yang dikenal
dengan nama H Dodod saja, banyak versi sejarah desa Cikedung
yang akan diterbitkan dalam beberapa postingan nanti hanya perlu diketahui dan perlu diperhatikan perbandingan tahun dan kejadian saat itu misal perang Ki Bagus Rangin, Perang Amis, atau nama Ki Cakrabuana yang jelas sangat berbeda tahun.
Namun demikian ini adalah catatan yang perlu diapresiasikan karena penulisannya dilakukan pada dekade 1980an dan sangat berharga sebagai bahan alternatif referensi.
Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan kita bersama.
Catatan sejarah desa Cikedung versi H. D Sutana yang didokumentasikan pemerintahan Desa Cikedung adalah sebagai berikut :
Konon kabarnya pada abad ke 17 didaerah hutan Indramayu di bagian selatan mulai kedatangan para pendatang baru yang memburu daerah-daerah subur yang berasal dari daerah Sumber Jatitujuh kabupaten Majalengka, diantaranya bernama : Ki Rawan, Ki Rasiyem, Ki Nasta dan beberapa orang pengikut lainnya. Mereka bermaksud akan bebedah (babad) hutan untuk membuat pedukuhan dan bercocok tanam. Mereka mencari tempat yang tanahnya baik dan subur, yang tidak jauh dari tempat air (sungai). Akhirnya mereka mendekati pohon besar di hutan itu, ternyata pohon kesambi yang letaknya tidak jauh dari sungai atau tempat-tempat air.Setelah hutan sudah menjadi perkampungan Ki Rawan memberi nama Kampung Kesambian dan sungainya diberi nama Kalen Sambi, penduduk Kesambian rajin bekerja, senang bertapa, senang hidup bergotong royong, dan bermusyawarah kalau ada sesuatu kesulitan dipikirkan bersama.
Disekeliling Kampung Kesambian masih merupakan hutan yang sangat angker. Hutan tersebut jarang sekali dijamah oleh manusia dan banyak binatang buas dan syaitan yang jail yang sering mengganggu, untuk menanggulangi hal tersebut Ki Rawan menyampaikan kepada pengikutnya bermaksud berguru menuntut ilmu kepada Ki Arsitem di Cirebon Girang karena masih ada hubungan family dengan orang tuanya.
Akhirnya Ki Arsitem mengutus Ki Jangkung supaya ikut Ki Rawan Ke Kesambian, sebelum ketempat tujuan beliau singgah di Bantarjati perlu mengajak Ki Jatok, terus ke Jatitujuh menjemput Ki Marsidem yang terakhir singgah di Sumber mengajak Ki Arsidem, dari Sumber banyak para pengikut sebanyak 20 Kepala Keluarga.
Pada tahun itu waktu musim kemarau yang sangat panjang dan jumlah penduduk semakin bertambah banyak baik dari kelahiran maupun pendatang baru antara lain dari keluarga Ki Arsiyah dari Karawang, Ki Ja’I dari Cilamaya dan Raden Suryaningrat dari Cirebon, sehingga penduduk Kesambian dipindahkan ke kampung Pasirangin dikarenakan masih banyak sumber air, kemudian pindah lagi ke kalen tengah.
Pada suatu hari di pedukuhan yang baru Ki Jangkung mengumpulkan penduduk
dengan maksud memberi nama desa yang baru dan memperluas tanah garapan
ke arah utara sampai ke Kedung Kucing. Pada masa itu penduduk belum
mempunyai bahasa nasional, ada penduduk yang berasal dari suku Sunda,
suku Jawa dan suku Melayu walaupun demikian menghasilkan suatu mufakat
desa yang baru diberi nama “Cai Kedung” yang artinya Cai dari bahasa
Sunda yang artinya Air, Kedung dari bahasa Jawa yang artinya tempat
Telukan sungai yang dalam sehingga bias menampung air dan arusnya
berputar-putar di tempat tersebut, atau tempat sumber air yang setiap
insan memerlukan. Dalam proses perkembangannya menjadi sebuah kampung
yang dikenal Kampung Cikedung yang sampai sekarang masih ada.
Mulai saat itu Ki Jangkung menempatkan penduduk dengan dikelompok-kelompokan setiap tempat yang ada sumber airnya (Kedung atau teluk sungai) yang dalam ditunjuk seorang sesepuh yang bertugas bertanggungjawab terhadap kelompoknya. Penempatan penduduk memanjang dari selatan membujur ke utara. Kelompok Ki Jatok kebagian di Tambak Suyem di dekat SD Cikedung 2 (Blok Karang Dawa kulon), Kelompok Ki Jangkung kebagian di Kedung Jati yang sekarang dikenal Kramat Jati, Kelompok Ki Arsidem di Teluk Sungai yang disebut Bojonglengkong, Kelompok Ki Rasiyan kebagian di Kalentangsi Kedung Asem, kalentengah menjadi batas antara blok 1, 2, 3, 4 dan 5.
Pada tahun 1700 di masa itu telah terjadi perang yang terjadi di wilayah
karang lawas (desa Amis) yang di sebut Perang Amis, dengan tidak
berpikir panjang Ki Marsidem, Ki Rawan dan Ki Jatok mengajak mereka yang
sedang bekerja di ladang supaya menyiapkan diri segera menuju ke Karang
lawas.Pasukan yang dipimpin Ki Marsidem di perjalanan mendapat serangan
dari musuh secara mendadak banyak korban dari pasukan Ki Marsidem
karena pasukan musuh mendapat bantuan dari pasukan Kompeni Belanda.
Jenajah Ki Rawan dikebumikan di Kirapon sedangkan Ki Marsidem yang
terluka di tandu pakai kayu Walikukun beristirahat di tepi sungai
Cibubul di bawah pohon Dadap. Ki Marsidem berpikir daripada tertangkap
oleh musuh lebih baik mengakhiri hidupnya dengan senjata Keris sendiri
dan di kubur di tempat itu yang sekarang bernama Kampung Cidadap yang
artinya (Sumber air dibawah pohon Dadap) Akhirnya sesepuh Kampung
Kesambian memberi nama tempat kejadian waktu mengadakan peperangan
melawan musuh, waktu mendengar suara orang berperang di sawah maja di
namakan Kubang Kawen (gugur), di perjalanan menuju Karanglawas kampung
yang di lalui di namakan Karang dawa karena saking panjangnya, ketika
keris Ki Marsidem jatuh di bawa Ki Jatok dinamakan Kecepot, jadi
nama-nama pada waktu kejadian perang Amis sampai sekarang masih menjadi
nama tempat yang ada di dalam desa Cikedung sampai sekarang.
Catatan sejarah Desa Cikedung jika ditarik kedalam peradaban kerajaan,
kurang lebih pada masa Pemerintahan Raden Adipati Sawerdi Wiralodra III
Darma Ayu Nagari yang sekarang menjadi Indramayu yaitu pada awal abad ke
17, Desa Cikedung yang berasal dari padukuhan Kesambian tak luput Dari
para pendatang baru yang memburu daerah-daerah subur. Munculah
kelompok-kelompok masyarakat di daerah tersebut, sehingga penduduk
Cikedung meningkat.
Pada tahun 1885 desa Cikedung mulai dibuat jalan-jalan desa (belum pakai batu) untuk memudahkan hubungan desa yang satu dengan desa yang lainnya.
Pada tahun 1909 desa Cikedung terkena bangunan jalan kereta Api jurusan Cirebon – Cikampek, pembangunan jalan Raya dan saluran irigasi pengairan pun di bangun dari bendungan rentang yang disebut irigasi Cipelang Barat dari desa Rancajawat sampai ke Kedokangabus.
Sumber http://www.indramayutradisi.com
yang akan diterbitkan dalam beberapa postingan nanti hanya perlu diketahui dan perlu diperhatikan perbandingan tahun dan kejadian saat itu misal perang Ki Bagus Rangin, Perang Amis, atau nama Ki Cakrabuana yang jelas sangat berbeda tahun.
Namun demikian ini adalah catatan yang perlu diapresiasikan karena penulisannya dilakukan pada dekade 1980an dan sangat berharga sebagai bahan alternatif referensi.
Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan kita bersama.
Catatan sejarah desa Cikedung versi H. D Sutana yang didokumentasikan pemerintahan Desa Cikedung adalah sebagai berikut :
Konon kabarnya pada abad ke 17 didaerah hutan Indramayu di bagian selatan mulai kedatangan para pendatang baru yang memburu daerah-daerah subur yang berasal dari daerah Sumber Jatitujuh kabupaten Majalengka, diantaranya bernama : Ki Rawan, Ki Rasiyem, Ki Nasta dan beberapa orang pengikut lainnya. Mereka bermaksud akan bebedah (babad) hutan untuk membuat pedukuhan dan bercocok tanam. Mereka mencari tempat yang tanahnya baik dan subur, yang tidak jauh dari tempat air (sungai). Akhirnya mereka mendekati pohon besar di hutan itu, ternyata pohon kesambi yang letaknya tidak jauh dari sungai atau tempat-tempat air.Setelah hutan sudah menjadi perkampungan Ki Rawan memberi nama Kampung Kesambian dan sungainya diberi nama Kalen Sambi, penduduk Kesambian rajin bekerja, senang bertapa, senang hidup bergotong royong, dan bermusyawarah kalau ada sesuatu kesulitan dipikirkan bersama.
Disekeliling Kampung Kesambian masih merupakan hutan yang sangat angker. Hutan tersebut jarang sekali dijamah oleh manusia dan banyak binatang buas dan syaitan yang jail yang sering mengganggu, untuk menanggulangi hal tersebut Ki Rawan menyampaikan kepada pengikutnya bermaksud berguru menuntut ilmu kepada Ki Arsitem di Cirebon Girang karena masih ada hubungan family dengan orang tuanya.
Akhirnya Ki Arsitem mengutus Ki Jangkung supaya ikut Ki Rawan Ke Kesambian, sebelum ketempat tujuan beliau singgah di Bantarjati perlu mengajak Ki Jatok, terus ke Jatitujuh menjemput Ki Marsidem yang terakhir singgah di Sumber mengajak Ki Arsidem, dari Sumber banyak para pengikut sebanyak 20 Kepala Keluarga.
Pada tahun itu waktu musim kemarau yang sangat panjang dan jumlah penduduk semakin bertambah banyak baik dari kelahiran maupun pendatang baru antara lain dari keluarga Ki Arsiyah dari Karawang, Ki Ja’I dari Cilamaya dan Raden Suryaningrat dari Cirebon, sehingga penduduk Kesambian dipindahkan ke kampung Pasirangin dikarenakan masih banyak sumber air, kemudian pindah lagi ke kalen tengah.
Kantor Kuwu Cikedung |
Mulai saat itu Ki Jangkung menempatkan penduduk dengan dikelompok-kelompokan setiap tempat yang ada sumber airnya (Kedung atau teluk sungai) yang dalam ditunjuk seorang sesepuh yang bertugas bertanggungjawab terhadap kelompoknya. Penempatan penduduk memanjang dari selatan membujur ke utara. Kelompok Ki Jatok kebagian di Tambak Suyem di dekat SD Cikedung 2 (Blok Karang Dawa kulon), Kelompok Ki Jangkung kebagian di Kedung Jati yang sekarang dikenal Kramat Jati, Kelompok Ki Arsidem di Teluk Sungai yang disebut Bojonglengkong, Kelompok Ki Rasiyan kebagian di Kalentangsi Kedung Asem, kalentengah menjadi batas antara blok 1, 2, 3, 4 dan 5.
Dengan meningkatnya hasil pertanian desa Cikedung dianggap cara kerjanya
cukup baik oleh Demang maka didesa Cikedung dijadikan Onder Distrik
(Kecamatan). Kantor dan perumahan Onder Distrik didirikan di komplek
kantor pemerintahan desa Cikedung yang sekarang dipakai bangunan SD
Cikedung 1.
Pada masa itu di desa-desa diangkat beberapa orang pembantu pemungut cukai atau pajak yang disebut Pemerintah Desa. Kepala Pemerintah Desa pada waktu itu disebut Carik atau Kuwu karena pada masa Demang, kuwu kebanyakan hanya mengangkat dari pejabat carik atau Jurutulis, sehingga masa jabatan para carik atau Kuwu tidak menentu.
Waktu itu dengan mengangkat Kuwu Cikedung sebagai kepala pemerintahan Desa dengan sebutan Kuwu Tuding, yang berarti orang yang ditunjuk sebagai kuwu tersebut adalah seseorang yang sakti dan berilmu tinggi dan mempuni dalam segala hal. Bila mana ada yang menginginkan menjadi kuwu maka orang tersebut harus mengalahkan kuwu yang sedang menjabat.
Sumber-sumber pendapatan desa diantaranya adalah Bengkok (Tanah carik) hasil dari tanah titisan desa, tanah hasil kanomeran, tanah milik adat, hasil dari tanah Negara, dan lumbung desa.
Pada masa itu di desa-desa diangkat beberapa orang pembantu pemungut cukai atau pajak yang disebut Pemerintah Desa. Kepala Pemerintah Desa pada waktu itu disebut Carik atau Kuwu karena pada masa Demang, kuwu kebanyakan hanya mengangkat dari pejabat carik atau Jurutulis, sehingga masa jabatan para carik atau Kuwu tidak menentu.
Waktu itu dengan mengangkat Kuwu Cikedung sebagai kepala pemerintahan Desa dengan sebutan Kuwu Tuding, yang berarti orang yang ditunjuk sebagai kuwu tersebut adalah seseorang yang sakti dan berilmu tinggi dan mempuni dalam segala hal. Bila mana ada yang menginginkan menjadi kuwu maka orang tersebut harus mengalahkan kuwu yang sedang menjabat.
Sumber-sumber pendapatan desa diantaranya adalah Bengkok (Tanah carik) hasil dari tanah titisan desa, tanah hasil kanomeran, tanah milik adat, hasil dari tanah Negara, dan lumbung desa.
Pada tahun 1885 desa Cikedung mulai dibuat jalan-jalan desa (belum pakai batu) untuk memudahkan hubungan desa yang satu dengan desa yang lainnya.
Pada tahun 1909 desa Cikedung terkena bangunan jalan kereta Api jurusan Cirebon – Cikampek, pembangunan jalan Raya dan saluran irigasi pengairan pun di bangun dari bendungan rentang yang disebut irigasi Cipelang Barat dari desa Rancajawat sampai ke Kedokangabus.
Sumber http://www.indramayutradisi.com
Post a Comment